Rabu, 09 Desember 2009

The Assassins

Pria bermantel hitam itu memasuki cafe dengan tenang. Kerah mantelnya yang tinggi menutupi sebagian wajahnya, tapi kedua mata hitamnya yang tajam dapat terlihat dengan jelas. Dia tak melepas mantelnya yang panjangnya sampai ke mata kaki itu saat seorang resepsionis pria memintanya dengan senyum sopan.

Cafe itu ramai, penuh pengunjung dari berbagai ras dan usia; manusia, penyihir dan kurcaci, semuanya asyik bercengkerama dan tertawa terbahak-bahak sambil minum diiringi musik keras dari band yang berada di ujung ruangan, tepat berhadapan dengan pintu masuk. Beberapa orang duduk di depan meja bar, menikmati minuman yang disajikan seorang bartender tua yang rambutnya penuh uban.

Empat puluh satu orang, semuanya lengkap, batin si pria bermantel hitam.